Posts

Musim Hujan

Angin yang berhembus tak tentu, titik air menjadi rintik, rintik semakin berisik, membasuh kaki-kaki kecil kami yang tak letih mencoba petualangan, tak jemu berteman, bahkan tak khianat walau selalu berdesakan, saling menendang, berebut, terluka, tergores, terkikis, menghantam pelipis kawan, tulang kering, tak jarang patah, lalu rehab setahun, tapi karena tak tahan tertinggal kawan, ajaib, lima bulan saja kita jadi sembuh, esok-esok kita sudah mengejar ayam yang kewalahan mengatur anaknya (ah seperti bebek saja, tunggu, sejak kapan induk ayam mengatur anaknya) agar berteduh dari gemuruh badai. Kita tersenyum, kawan-kawan kita tersenyum, langit yang tak ubahnya mendung kelam, awan yang tak damai dengan angin, matahari yang besembunyi tak tahan, musim hujan puncak itu malah kita damaikan dengan senyum simpul manis kita yang lugu. Harapan, impian, cita-cita, perhatian, takut, dilarang, taat, gembira, sedih, senang, tertawa, membuat yang lain tertawa dengan menertawakan hal yang tak lucu,...

Blacklist, Blueprint, dan Sindikat di Ibu Kota

Pertemanan kami menjadi paradoks bagi banyak orang. Suatu titik temu ketidakpercayaan para pemercaya malah. Bagaimana bisa budak kumal yang di- blacklist kepala sekolah, sang penghuni bangku kosong yang dicari-cari tugas, dan pemegang juru kunci peringkat di kelas ini pada suatu hari justru diakui sebagai "teman setia" oleh sang aktor sekolah, trendsetter , kamusnya kepandaian, blueprint sebuah keberhasilan, bahkan lambang kemegahan sekolah.           Namanya Hiro. Sebuah tradisi yang mengharuskan seorang jawara di sekolah kami bahwa saat penerimaan rapor wajib berpidato lantang memuat kesan, saran, dan yang terpenting adalah pada bagian sebut nama orang yang memotivasi dan sahabat setia. Hiro mengambil bagian itu tahun ini. Dan entah mengapa saat masuk kelas aura yang ia terima berbeda. Guru-guru exact dan s ocial tetiba begitu tertib membolehkan kritik dan masukannya. Aura diskriminatif pada siswa lain. Dan yang lebih menakutkan lagi ...

Alam dan Keadilan

Sebut saja namaku Rimbun, itu nama samaranku di cerita ini, sekaligus nama yang diarahkan teman-teman sekelasku sebagai ejekan. Mereka bilang begitu karena rambutku keriting tebal tak tentu arah. Tapi tahukah kawan aku justru menganggap panggilan ini doa. Agar kelak aku bisa menjadi pohon ilmu. Rimbun dengan pengetahuan tapi tetap dengan akar yang jelas. Aamiin.      Saat ini aku sepantaran SMP kelas dua, tapi umurku sungguh dibawah kualifikasi jenjang itu. Bukan karena akselerasi tapi karena disekolahkan lebih dulu. Pernah kubertanya ke Ibu, "Mak, kenapa di kelasku kumisan semua?" Pertanyaan yang terlontar karena merasa asing. Ibuku serta merta menjawab dengan paradigma berbeda, suatu pendekatan unik "Nak, itu karena kecanduan internet, nonton video berlarut malam, tembus pagi. Jangan pernah begitu!" Maka karena jawaban Ibuku, aku pernah fobia membuka laptop selama seminggu. Ayahku tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya.      Kami sekeluarg...

Bebal

Kutulis secarik pesan ini dengan keresahan, karena memang ternyata kita baru mengerti keresahan itu setelah melihat hasil tulisan. Kutulis secarik pesan ini sebab termenung, sebab kadang termenung justeru mendatangkan renung. Tuhan, tulisan ini ringkas, seringkas defenisi keadilan dan kerahmatan-Mu di mata hamba. Begitu ringkas untuk segera dipahami. Tuhan, tulisan ini jelas, sejelas keberadaan dan kasih sayang-Mu kepada seluruh makhluk. Bahkan lebih jelas dari Ibu yang selalu menempelkan dahi bersujud di sepotong sajadah. Le bih jelas lagi dari guratan wajah tua ayah setelah berpuluh-tahun kerja. Begitu jelas untuk segera diyakini. Tuhan, maafkan kami yang terlalu bebal mengerti, di sisi lain justeru kami mengaku paling mengerti banyak hal padahal baru setetes yang kita ketahui sedini kita mengumbar kemampuan diri. Tuhan, maafkan kami yang terlalu bebal untuk paham, sementara di sisi lain kita justeru merasa bisa memahami dan memahamkan. Keliru, bahkan embun pagi pun tak...

Anti-Klimaks

Apakah hidup ini memerlukan anti-klimaks? Pertanyaan menarik, silahkan jawab sendiri-sendiri. Sertakan alasan yang rumit, ilmiah, sederhana, terserah. Sepatah dua kata pun bisa. Baik, jika di awal terdapat pertanyaan pembuka, maka agar seimbang, penulis pun menyediakan jawaban pembuka. Mari memulai hal ini dari pengertian sederhana, bahwa kehidupan ini — dalam skala yang lebih luas — seperti panggung cerita yang penuh dengan realitas. Karena realitas maka pada akhir cerita dalam 1 x 24 jam, atau 1 menit akhir dalam durasi, pukul 23.59.00 tidak akan pernah muncul preview cerita selanjutnya. Itu berarti tidak ada desas-desus, apalagi tebak-tebakan. Panggung realitas ini pun juga unik. Selalu ada hubungan antara kemarin, hari ini, besok, dan lusa. Hubungan yang membentuk pola. Kita pun sebagai manusia bisa memproyeksikan pola itu dalam bentuk rencana. Ingat hanya sebatas rencana. Kembali kepada pertanyaan. Apakah hidup ini memerlukan anti-klimaks?  Apakah benar dal...

Cerita yang Tak Lagi Sama

Image
R amadhan sebentar lagi tiba! Ya, kita (kaum muslimin) mendapat kabar ini dengan penuh takjub seraya memproyeksikan rekaman fenomenal tahun kemarin. Kita membayangkan bagaimana senyuman menyambut kemenangan itu masih segar dalam benak, harum dalam sanubari sebab menyambut bulan istimewa nan penuh berkah ini.     Tahun ini, saya yakin semua persiapan sudah lengkap rapi. Asumsi positifnya, kaum muslimin akan masif beramal dalam balutan syar'i dan semoga akan selalu seperti ini. Ya, di setiap perjalanan indah menyambut ramadhan memang selalu saja banyak cerita. Anak-anak lugu dan polos tahu semua ini. Seperti biasa mereka akan berjanji dengan ayah dan ibu, menggaungkan niat ambisius " saya akan puasa penuh ramadhan kali ini " (walaupun setengah hari pun mereka tak sanggup menahan). Mereka - seperti biasa - menikmati bagian bahagia dari ramadhan saja. Benak mereka adalah indahnya berbuka, bukan indahnya puasa. Benak mereka adalah semaraknya tarawih (dengan bermain keja...

Membersamai Senja

Image
A pa yang kita pikirkan begitu mendapati fenomena alam di sekitar? Bagaimana tindakan kita terhadap fenomena alam itu? Kedua pertanyaan ini mungkin adalah pertanyaan mendasar, tetapi ternyata memiliki makna mendalam. Sama ketika kita bertanya kepada diri "siapa aku?" dan "ke mana tujuanku?" Dalam ranah filsafat mungkin ruang lingkup kajian pertanyaan ini begitu luas dan berat. Tidaklah kemudian banyak orang yang lebih memilih duduk tenang di warteg sambil memyeruput kopi panas, memilih untuk keluar dari semua persoalan.         Kembali pada realitas bahwa kita tak akan mungkin hidup tanpa banyak pertanyaan yang timbul. Pernyataan ini tentu tidak bisa dielakkan. Sebagaimana kemudian ketika kita melihat lingkungan sekitar, posisi diri kita, dan dunia luar, kita akan menemui banyak sekali pertanyaan-pertanyaan  yang mengharuskan kita untuk menguras pikiran untuk menemui pemaknaan. Dan terkait dengan pemaknaan ini, kita mengklaim sebuah kebenaran bahwa kerap...