Anti-Klimaks

Apakah hidup ini memerlukan anti-klimaks? Pertanyaan menarik, silahkan jawab sendiri-sendiri. Sertakan alasan yang rumit, ilmiah, sederhana, terserah. Sepatah dua kata pun bisa.

Baik, jika di awal terdapat pertanyaan pembuka, maka agar seimbang, penulis pun menyediakan jawaban pembuka. Mari memulai hal ini dari pengertian sederhana, bahwa kehidupan ini — dalam skala yang lebih luas — seperti panggung cerita yang penuh dengan realitas. Karena realitas maka pada akhir cerita dalam 1 x 24 jam, atau 1 menit akhir dalam durasi, pukul 23.59.00 tidak akan pernah muncul preview cerita selanjutnya. Itu berarti tidak ada desas-desus, apalagi tebak-tebakan.

Panggung realitas ini pun juga unik. Selalu ada hubungan antara kemarin, hari ini, besok, dan lusa. Hubungan yang membentuk pola. Kita pun sebagai manusia bisa memproyeksikan pola itu dalam bentuk rencana. Ingat hanya sebatas rencana.

Kembali kepada pertanyaan. Apakah hidup ini memerlukan anti-klimaks? Apakah benar dalam setiap cerita kita sepantasnya menangkupkan tangan menanti harapan? Jawabannya, ''IYA'', tapi dengan beberapa syarat. 

Syarat pertama. Kita tahu kemana akan melangkah (ketika mendapati persoalan). Walaupun hidup kita tidak diberkahi cuplikan preview episode berikutnya. Walaupun kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi tetap saja, kita perlu bijak dalam menentukan langkah yang tepat. 

Seperti petuah pada paragraf ketiga di tulisan ini, bahwa singkatnya hidup kita adalah serangkaian pola yang unik, membentuk relasi antara hari ini, kemarin, esok, dan lusa. Jika dilanjutkan sebagai pesan, tentunya kita perlu mencermati dengan baik pola relasi itu. Memahami bahwa serangkaian pola itu berjalan beriringan dengan hukum natural sebab-akibat. Penggeraknya adalah apa yang kita perbuat dan padanan makna kata untuk perbuatan adalah langkah. Kita tentu paham nasihat lama ini, bahwa hasil amat ditentukan oleh proses yang kita lalui. Maka ketika kita mendapati persoalan, peluang kita menciptakan anti-klimaks sangat terbuka apabila kita melakukan langkah yang tepat,  step yang sesuai prosedur. 

Syarat kedua. Soal kesabaran. Kalian tahu bahwa datangnya anti-klimaks ditentukan oleh dua hal. Pertama adalah sebab rencana berupa langkah kita (syarat pertama). Kedua, sebab datangnya skenario eksternal dalam cerita kita (berupa anugerah pertolongan orang-orang di sekitar kita). Kedua hal ini beriringan dalam cerita kita. faktor keberhasilan langkah-langkah kita bahkan sangat ditentukan oleh sesiapa yang sekarang berada di samping kita. Dan — yang paling penting — ukuran kedua syarat ini berjalan lancar adalah soal bagaimana kita merawat kesabaran. 

Ya, kesabaran adalah jawabannya. Bahkan sebenarnya hampir segala lini kehidupan dijawab oleh kesabaran. Seluruh makhluk hidup membutuhkan kesabaran. Sekumpulan Singa betina bisa menangkap Wildebeest extra large di tengah kerumunan Wildebeest lainnya tentu dengan sabar menjalankan rencana. 
Seluruh proses juga mengunduh kesabaran. Belati yang tajam, bisa membelah batu sekali menghujam tentu melalui proses kesabaran yang panjang. Teman-teman tahu persis contoh-contoh seperti ini. Cukup ambil saja intinya, yakni kesabaran adalah aplikasi internal dalam kehidupan kita. 

Syarat ketiga, sekaligus terakhir. Syukur. Terkadang penulis berpikir, mengapa kita semua begitu ringannya berpindah persoalan tanpa berpikir panjang soal nikmat anti-klimaks yang kita dapatkan? Seolah habis manis sepah dibuang. Nikmat terselesainya masalah tak pernah sesekalipun disyukuri dalam renungan. Maka apakah kita benar-benar membutuhkan anti-klimaks jikalau begitu? Kalau toh pada akhir cerita kita ternyata tidak bahagia karena cepat berpindah cerita. 

Sahabat, selain sabar, syukur juga adalah aplikasi kehidupan. Jika sabar menandai ketekunan, maka syukur menghargai ketekunan itu. Jika sabar adalah bertahan dalam penantian, maka syukur adalah ketika penantian itu mendapatkan penghargaan.  Jangan pernah mengatakan bahwa masalahmu usai jika ternyata kau bahkan tidak pernah mensyukuri sama sekali nikmat sebuah penyelesaian, anti-klimaks. Ingat! Selesainya sebuah masalah ditandai dengan kebahagiaan. Dan kebahagiaan hanya bisa didapatkan oleh orang yang bersyukur. 

Baiklah, itu tadi jawaban pembuka penulis.  Teman-teman, ingat! Tulisan ini masih berupa maklumat pertanyaan. Apakah hidup ini (masih) memerlukan anti klimaks? Silahkan jawab dengan gaya kalian. Rumit, sederhana, scientific, filosofis,  terserah kalian. Bahkan sepatah dua kata pun boleh. Ini hanya jejak pendapat. Sesi taarufan melalui tulisan dan isi pikiran. Terima kasih. 

Comments

Popular posts from this blog

Alam dan Keadilan

Bebal

Blacklist, Blueprint, dan Sindikat di Ibu Kota