Bebal

Kutulis secarik pesan ini dengan keresahan, karena memang ternyata kita baru mengerti keresahan itu setelah melihat hasil tulisan.

Kutulis secarik pesan ini sebab termenung, sebab kadang termenung justeru mendatangkan renung.

Tuhan, tulisan ini ringkas, seringkas defenisi keadilan dan kerahmatan-Mu di mata hamba. Begitu ringkas untuk segera dipahami.

Tuhan, tulisan ini jelas, sejelas keberadaan dan kasih sayang-Mu kepada seluruh makhluk. Bahkan lebih jelas dari Ibu yang selalu menempelkan dahi bersujud di sepotong sajadah. Lebih jelas lagi dari guratan wajah tua ayah setelah berpuluh-tahun kerja. Begitu jelas untuk segera diyakini.

Tuhan, maafkan kami yang terlalu bebal mengerti, di sisi lain justeru kami mengaku paling mengerti banyak hal padahal baru setetes yang kita ketahui sedini kita mengumbar kemampuan diri.

Tuhan, maafkan kami yang terlalu bebal untuk paham, sementara di sisi lain kita justeru merasa bisa memahami dan memahamkan. Keliru, bahkan embun pagi pun tak kunjung kita maknai sebagai rahmat-Mu.

Tuhan, ibarat rahmat dan ilmu-Mu adalah samudera luas dalam, tak terbatas. Banyak dari hamba-Mu memilih menyelam, merendam setengah badan, sesiku lengan, bahkan hanya setelapak tangan lantas mengangkat, kemudian hanya mendapati setetes air. Jikalau semua usaha itu ternyata tak kunjung menemui hakikat diri-Mu secara luas, lantas bagaimana dengan kami yang ternyata untuk mencelupkan jari telunjuk pun enggan.

Ya Tuhan, maafkanlah kami yang terlalu bebal.

Comments

Popular posts from this blog

Alam dan Keadilan

Blacklist, Blueprint, dan Sindikat di Ibu Kota